Geotektonika Busur Banda

 

Busur Banda nonvulkanik (atau disebut busur luar banda) terdiri dari berbagai pulau antara lain Timor, Kepulauan Tanimbar-Babar, Kai, Seram, dan Buru yang terbentuk dari sabuk sesar anjak (fold-thrust belt) passive margin Australia. Sampel terbaik dan paling bayak diteliti mengenai dinamika geotektonika busur banda nonvulkanik berada di Pulau Timor hal ini disebabkan banyaknya batuan yang tersingkap dari seri Australia dan seri busur banda akibat dan iklim kering Australia yang mempengaruhi daerah ini menyebabkan tidak banyaknya vegetasi seperti wilayah lain di busur banda sehingga memberikan gambaran mengenai rekaman kejadian geologi pembentuk wilayah ini.

BUSUR BANDA KAWASAN INDONESIA TIMUR GEOLOGI ANGGAJATIWIDIATAMA (1)

Gambar 1. Peta tektonik kawasan Indonesia Timur

Stratigrafi Pulau Timor

Penelitian stratigrafi pulau timor dilakukan oleh beberapa peneliti (Waard, 1958; Audley-Charles, 1968; Cook dkk., 1989; Charlton dan Suharsono 1990; Sawyer, 1993; Charlton, 2001) yang membagi batuan pulau timor menjadi tiga kelompok besar yaitu; 1) paraautokton yang merupakan batuan berasal dari endapan passive margin (tepi benua) Australia, 2) alokton yang merupakan batuan berasal dari endapan busur banda atau asia, dan 3) autokton yang merupakan endapan hasil interaksi (kolisi/tumbukan) antara passive margin Australia dengan busur banda (Asia).

Tabel 1. Klasifikasi kelompok batuan Busur Banda nonvulkanik

Parameter Paraautokton Alokton Autokton
Asal batuan Australia Asia (busur banda) Endapan insitu saat terjadi kolisi asia-australia
Sistem Passive margin Active margin Kolisi
Komponen penyusun batuan Batuan sedimen

Batuan vulkanik (rifting: lava bantal)

Batuan metamorf (derajat rendah, phillit)

Batuan sedimen

Batuan vulkanik (subduksi:  vulkanik klastik)

Batuan metamorf (derajat tinggi, amphibolit)

Batuan sedimen

(laut dalam)

Melange Bobonaro

Kisaran umur batuan Permian-Akhir miosen Kapur-sekarang Akhir miosen-sekarang
Permian-Jura (Kekneno/M1)

Jura-Miosen (Kolbano/M2)

Penyebab tercampur Adanya tumbukan (kolisi) antara passive margin Australia dengan busur banda pada pliosen

Kelompok Paraautokton merupakan endapan passive margin kontinen Australia terdiri dari dua mega sikuen yang dibedakan berdasarkan waktu rifting. Mega sikuen pertama (M1) merupakan endapan passive margin akibat rifting pertama (rifting dari godwana berumur paleozoikum) yang terdiri batuan berumur permian hingga Jura bawah antara lain Formasi Atahoc, Formasi Maubisse, Formasi Cribas, Formasi Babulu, dan Formasi Niof. Mega sikuen kedua (M2) merupakan endapan passive margin hasil rifting kedua (rifting Australia berumur mesozoikum) yang batuannya terdiri dari Formasi Wailuli, Formasi, Oebaat, Formasi Nakfunu, dan Formasi Ofu. Variasi batuan paraautokton berisi dari endapan laut dangkal, karbonat terumbu, karbonat klastik, kipas bawah laut hingga endapan lantai samudra (lava bantal, rijang, dan lempung pelagic). Batuan metamorf derajat rendah dengan struktur philitic diperkirakan protolit berasal dari kelompok paraautokton yang mengalami metamorfisme.

Kelompok Alokton merupakan endapan active margin hasil penunjaman lempeng samudra hasil rifting benua Australia dibawah lempeng asia pada kapur hingga akhir pliosen. Aloktok terdiri dari batuan vulkanik klastik, tuff, lava bantal, batuan beku dengan columnar join, batuan metamorf derajat tinggi (amphibolit), rijang, dan batuan ultrabasa. Formasi batuan penyusun alokton antara lain Formasi Noni, Formasi Haulasi, Formasi Dartollu, Formasi Barrique, Formasi Cablac, dan Formasi Manamas

Kelompok autokton merupakan batuan yang terendapkan setelah peristiwa tumbukan (kolisi) antara lempeng benua Australia dengan busur gunungapi banda pada Akhir Miosen-Pliosen.  Kelompok batuan ini tersusun dari endapan batugamping turbidit dan batugamping terumbu. Formasi kelompok ini antara lain Formasi Batuputih, Formasi Viqueque, dan Formasi Batugampingterumbu

BUSUR BANDA KAWASAN INDONESIA TIMUR GEOLOGI ANGGAJATIWIDIATAMA (7)

Gambar 2 Stratigrafi Pulau Timor (Audley-Charles, 2011)

 Basement Pulau Timor

Penelitian gravity oleh Milsom dan Richardson (1976), Chamalaun dkk. (1976) dan Woodside dkk. (1989) menunjukkan pulau Timor memiliki basement kontinental dengan bagian lempeng samudra yang menunjam dibawah lempeng asia (membentuk busur banda) yang terbentuk akibat pecahnya Godwana pada paleozoikum. Penunjaman lempeng samudra Australia ini membentang dari Pulau Flores-Wetar-Tanimbar-Kai-Seram hingga Buru. Penunjaman ini juga yang membentuk busur gunungpapi banda (inner banda arc)

BUSUR BANDA KAWASAN INDONESIA TIMUR GEOLOGI ANGGAJATIWIDIATAMA (8)

Gambar 3. Kenampakan penunjaman lempeng samudra Australia sepanjang busur Banda (Woodside, 1989). (a) Penampang Timor (b) Penampang Tanimbar (c) Penampang Seram

BUSUR BANDA KAWASAN INDONESIA TIMUR GEOLOGI ANGGAJATIWIDIATAMA (9)

Gambar 4. Ilustrasi passive margin autralia-busur banda dan palung banda yang menjadi cikal pembentukan Pulau Timor serta pulau pulau lainnya di Busur luar Banda (Audley-Charles, 2004)

 

Struktur Geologi

Pulau Timor terletak 500 km di utara Australia yang dipisahkan oleh Laut Timor (dalaman Timor). Penelitian tentang Pulau Timor sudah banyak dilakukan oleh beragam peneliti, mulai dari fenomena kompleksitas struktur geologi (Audley-Charles, 1968; Fith dan Hamilton, 1974; Chamalaun dan Grady, 1978; Barber, 1979; Charlton, dkk., 1991) yang menghasilkan tiga model pembentukan pulau timor yaitu 1) Imbricate model oleh Hamilton (1974), 2) Overthrust model oleh Audley-Charles (1968), dan 3) Upthrust model oleh Chamalaun dan Grady, (1978) dengan hipotesis yang berbeda namun memiliki bukti dan dapat diimplementasikan pada bagian tertentu di pulau timor.

Barber (1979) menyatakan bahwa seluruh geologiawan yang bekerja di pulau timor setuju bahwa Timor memiliki struktur yang kompleks yang bisa teramati secara struktural maupun unit batuannya pada wilayah yang luas sehingga tidak mungkin diintepretaskan sebagai kompleks chaotic melange. Di Pulau Timor dan sekitarnya terdapat formasi melange yang dikenal sebagai Melange Bobonaro melange ini merupakan produk dari Shale Tectonic. Formasi  Melange Bobonaro terbentuk dari serpih berumur Jura (Formasi Wailuli) yang terendapkan akibat rifting kedua Australia dan serpi berumur Eosen yang merupakan endapan post-rift (Audley-Charles, 2011). Kedua serpih ini berkontribusi menyebabkan terjadinya Shale tectonic yang memicu decollement di pulau timor.

 

Tabel 2. Model struktur Pulau Timor

Parameter Imbricate model

Fith dan Hamilton (1974)

Overthrust model

Audley-Charles (1968)

Upthrust model

Chamalaun dan Grady (1978)

Terminologi Pulau Timor merupakan kumpulan material hasil imbrikasi pada hanging wall di sistem subduksi

 

Pulau Timor terbentuk dari batas tepi benua Australia yang mengalami pengangkatan (overthrust) termasuk sedimen lantai samudra, batuan metamorf dan batuan sedimen

 

Puau Timor terbentuk akibat perbedaan eustacy kerak (benua) yang lebih ringan sehingga mengalami uplift, tidak ada pergerakan yg signifikan pada flat lying overthrust
Asal Pulau Timor Asia Australia Australia
Tektonik kontrol Prisma akresi Thinskinned Thickskinned
Type locality Timor bagian utara Timor bagian selatan Timor bagian utara dan tengah

BUSUR BANDA KAWASAN INDONESIA TIMUR GEOLOGI ANGGAJATIWIDIATAMA (10)

Gambar 5. Model struktur yang berkembang di Pulau Timor

Di Pulau Timor diidentifikasi oleh Audley-Charles (2011) terdapat lima decollement. Decollement merupakan terminologi untuk bidang batas/gelincir dua masa batuan yang mengalami perbedaan struktur geologi. Decollement ini membatasi kelompok batuan yang terstrukturkan pada saat terjadi tumbukan antara kontinen Australia dengan busur gunungapi banda. Dasar pembagian decollement merujuk tiga model pembentuk struktur di Pulau Timor.

Decollement 1 mempengaruhi batuan paraautokton megasikuen 2 (M2) atau yang juga disebut sikuen Kolbano yang membentuk pola struktur overthrust model. Model ini berkembang di bagian selatan Pulau Timor. Decollement satu menyebabkan pembentukan struktur thinskinned, hal ini disebabkan oleh kompresi akibat tektonik convergen pada batuan berlapis tipis dan berbutir halus.

Decollement 2 mempengaruhi batuan paraautokton megasikuen 1 (M1) atau yang juga disebut sikuen Kekneno yang membentuk pola struktur upthrust model. Model ini berkembang pada bagian utara Pulau Timor. Decollement dua menyebabkan pembentukan struktur thickskinned, hal ini disebabkan oleh kompresi akibat tektonik divergen pada batuan sedimen berlapis tebal dan berbutir lebih kasar.

Decollement 3 mempengaruhi batuan alokton dengan pola struktur imbricated model sehingga menyebabkan batuan ultrabasa dan metamorf derajat tinggi pada daerah Mutis dan Lolotoi terangkat dan tersingkap di permukaan. Diperkirakan melange bobonaro berperan sebagai bidang gelincir pada sistem ini.

Decollement 4 mempengaruhi batuan alokton dan paraautokton dengan pola struktur imbricated model sehingga menyebabkan batuan metamorf derajat tinggi (amphibolit) yang diperkirakan terbentuk pada busur banda, batuan metamorf derajat rendah philitic, dan batuan paraautokton berumur Permian-Trias tersingkap pada kompleks metamorf Aileu. Metamorf derajat rendah (philitic) diperkirakan protolit berasal dari batuan paraautokton. Pada kompleks metamorf Aileu derajat metamorfisme semakin kearah selatan sematin rendah dan tidak mengalami metamorfisme.

Decollement 5 mempengaruhi batuan autokton dan paraautokton megasikuen 2 (M2) dengan pola struktur overthrust model membentuk thinskinned struktur yang berkembang pada bagian dalaman Timor (Timor Trough) akibat tektonik konvergen gerakan relatif kearah utara lempeng Australia.

Tabel 3. Decollement pada Pulau Timor

Decollement 1 2 3 4 5
Batuan yang terpengaruh

 

Paraautokton

 

Paraautokton

 

Alokton

 

Alokton-Paraautokton

 

Autokton-Paraautokton

 

Post-rift 2 (M2) Kolbano sequence pre-rift 2 (M1) Kekneno sequence Lolotoi-Mutis metamorf Aileu (amphibolite)

-Maubisse (philitic)

Post-rift 2

(M2)

Umur batuan Jura-Miosen Permian-Trias-Jura Kapur-miosen Kapur-

Permian-Trias

Jura-Recent
Pola struktur Thin skinned Thick skinned Imbricated Imbricated Thin skinned
Locality Kolbano, Timor Tengah Selatan Timor Tengah Utara Timor Tengah Utara,

Timor Leste

Timor Leste bagian utara Timor trough

 

Gambar 6. Ilustrasi passive margin autralia-busur banda dan prisma akresi subduksi banda mengalami kolisi membentukan Pulau Timor, lempeng samudra mengalami roll back dan slab pul. Pada wilayah busur banda lainnya masih terjadi subduksi (Audley-Charles, 2011)

 BUSUR BANDA KAWASAN INDONESIA TIMUR GEOLOGI ANGGAJATIWIDIATAMA (13)

Gambar 7. Decollement yang berkembang di Pulau Timor (a) penampang Barat Laut-Tenggara Pulau Timor melewati Busur banda hingga paparan Australia (b) Strktur yang berkembang di bagian selatan Pulau Timor (Kolbano-Laut Timor-Rendahan Timor)

 

Geotektonika Busur Banda Vulkanik

 Busur banda bagian dalam (inner banda arc) disebut juga busur vulkanik banda karena tersusun dari gugus gunungapi. Inisiasi pembentukan busur gunungapi banda dimulai sejak lebih kurang 12-8 juta tahun lalu dimana lempeng samudra australia menunjam dibawah lempeng samudra asia sehingga menghasilkan busur island arc, semakin habisnya kerak samudra australia  yang menunjam dibawah subduksi ini mengakibatkan terjadinya rollback sehingga sudut penunjaman semakin curam. Rollback lempeng samudra australia menyebabkan dua peristiwa tektonik yaitu; 1) memicu terjadinya rifting-spreading pada intra arc banda (pada bagian selatan busur banda) dan (2) kolisi antara busur gunugapi dengan kontinen australia yang terjadi di sepanjang Pulau Timor hingga Kepulauan Tanimbar membentuk fold thrust belt

BUSUR BANDA KAWASAN INDONESIA TIMUR GEOLOGI ANGGAJATIWIDIATAMA (14)

Gambar 8. (a) Profil Cekungan Laut Banda Selatan (B) penampang seismik Indopac 14 yang membentang barat-timur sepanjang Damar Basin (Hinschberger dkk., 2001)

BUSUR BANDA KAWASAN INDONESIA TIMUR GEOLOGI ANGGAJATIWIDIATAMA (15)

Gambar 9. Model pembentukan busur vulkanik banda (Hinschberger, 2001)

BUSUR BANDA KAWASAN INDONESIA TIMUR GEOLOGI ANGGAJATIWIDIATAMA (12)

Gambar 10. Model pembentukan busur vulkanik banda (Honthaas dkk., 1998)

BUSUR BANDA KAWASAN INDONESIA TIMUR GEOLOGI ANGGAJATIWIDIATAMA (16)

Gambar 11. Rekonstruksi paleogeografi busur Banda (Hinschberger dkk., 2005)

 

Ekstrasksi dan Preparasi Radiolaria

Dalam melakukan pengamatan fosil radiolaria ada beberapa tahapan kerja yang harus dilakukan antara lain :

PREPARASI DAN EKSTRAKSI RADIOLARIA-BERBAGI CERITA GEOLOGI-ANGGA JATI WIDIATAMA

Gambar 1. Skema lima langkah dalam pengamatan sampel radiolaria, dari tahap pengumpulan sampel lapangan hingga pengamatan sampel

Alat dan bahan

  1. Palu Geologi
  2. Buku catatan lapangan
  3. Kantong sampel (uk. 30×20 dan uk. 25×10)
  4. Gelas ukur/gelas beker ukuran 500 ml
  5. Gelas takar 2L
  6. Pengaduk
  7. Cawan Petri
  8. Saringan 1mm (saringan teh)
  9. Mesh dengan saringan Nylon screen ukuran 50-70 mesh.
  10. Kertas label
  11. Cairan asam flourida (HF) 3%-7%
  12. Alat Pelindung Diri (APD) berupa Masker, sarung tangan latek dan jas laboratorium
  13. Alat Tulis (Pensil, bolpoint, spidol permanen, selotip kertas)
  14. Tissue
  15. Oven
  16. Tube/ tabung penyimpanan sampel

 

Tahap Pengumpulan Sampel Lapangan

  1. Lakukan deskripsi singkapan batuan secara lengkap, baik hubungan vertikal batuan maupun kemenerusan secara horizontal
  2. Catat dalam buku catatan lapangan
  3. Ambil sampel secara sistematis dan cantumkan keterangan lokasi sampel (titik pengambilan, lapisan pengambilan sampel, dan kode/nomor sampel
  4. Ambil sampel dalam jumlah banyak 1 kantong ukuran 30cmx20cm untuk handspecimen dan pengamatan radiolaria

blog berbagi cerita geologi-angga jati widiatama (radiolaria1).pngGambar 2. Ilustrasi pengumpulan sampel lapangan. Nomor pada foto menunjukkan langkah kerja yang diuraikan pada deskripsi kerja

 

Tahap Persiapan Sampel

  1. Siapkan sampel radiolaria yang akan dilakukan preparasi. Sampel minimal mimiliki dimensi 10x10x10cm (seukuran kepalan tangan laki-laki dewasa)
  2. Siapkan alat berupa palu geologi, kuas, kertas koran, plastik sampel dan spidol kedap air
  3. Siapkan kantong sampel berupa plastik dengan segel dibagian mulutnya (plastik zip) dengan ukuran 25x10cm, namai sesuai kode sampel batuannya.
  4. Siapkan koran bekas/plastik bekas sebagai alas untuk memecah sampel
  5. Pecahkan sampel radiolaria menjadi ukuran kerikil (1-2cm)
  6. Dalam memecah sampel, partikel halus tidak diikutsertakan untuk menghindari kontaminasi atau tercampur dengan sampel yang lain, bersihkan partikel halus dengan kuas
  7. Selalu bersihkan sisa pecahan sampel agar tidak mengkontaminasi sampel berikutnya yang dipecah/dikecilkan ukurannya
  8. Sisakan sampel radiolaria sebagai arsip berupa chip (ukuran bisa menyesuaikan dengan sampel yang tersisa)

blog berbagi cerita geologi-angga jati widiatama (radiolaria2).pngGambar 3. Ilustrasi persiapan sampel. Nomor pada foto menunjukkan langkah kerja yang diuraikan pada deskripsi kerja

 

Tahap Preparasi Sampel

  1. Siapkan alat ekstrasi antara lain: gelas ukur/gelas beker ukuran 500 ml, gelas takar 2L, pengaduk, kertas label, cairan asam flourida (HF) 3%-7%, masker, sarung tangan latek dan jas laboratorium.
  2. Gunakan alat pelindung diri berupa masker, sarung tangan dan jas laboratorium
  3. Berikan label pada gelas ukur 500 ml sesuai dengan sampel yang akan diujikan
  4. Masukkan sampel pada gelas ukur berukuran 500 ml
  5. Cuci sampel dengan air sampai dengan sampel menjadi bersih
  6. Bersihkan ruang asam dan letakkan seluruh sampel didalam ruang asam serta alasi ruang asam dengan tisu untuk menghindari tercecernya asam yang dapat merusak alas ruang asam
  7. Pengenceran larutan asam flourida dimulai dengan mengisikan 1800 ml air pada gelas takar 2L, kemudian bawa kedalam ruang asam
  8. Tindakan penuangan asam harus dilakukan di dalam ruang asam
  9. Buka tutup asam secara hati-hati, tambahkan 200ml HF kedalam gelas ukur yang telah berisi 1800 ml air
  10. Aduk larutan hingga rata selama satu menit, setelah selesai mengaduk, bersihkan pengaduk dengan air bersih
  11. Tuangkan larutan asam yang telah diencerkan kedalam setiap gelas beker yang berisi sampel radiolaria hingga semua sampel terendam
  12. Pastikan cairan asam tidak tersisa, bisa tambahkan sisa larutan asam kedalam sampel
  13. Cuci gelas ukur yang digunakan sebagai pengencer asam
  14. Amati prilaku sampel radiolaria yang dituangkan larutan asam
  15. Catat reaksi sampel terhadap larutan asam secara kuantitatif dengan membuat skala dari1-5 berdasarkan tingkar reaksinya (1-sangat tidak reaktif; 2-tidak reaktif; 3-sedikit reaktif; 4-reaktif;5-sangat reaktif)
  16. Diamkan sampel didalam ruang asam selama 1×24 jam, upayakan durasi perendaman larutan asam konsisten antara sampel satu dengan sampel yang lain

blog berbagi cerita geologi-angga jati widiatama (radiolaria3).pngGambar 4. Ilustrasi preparasi sampel. Nomor pada foto menunjukkan langkah kerja yang diuraikan pada deskripsi kerja

 

Tahap Ekstraksi Sampel

  1. Siapkan westafle (bak cuci) dengan air mengalir, bersihkan westafle dari kotoran yang memungkinkan terjadinya kontaminasi
  2. Siapkan alat pencucian sampel berupa; nylon screen, kasa sterial/saringan teh berukuran kerapatan 1 mm, mesh, cawan petri, kertas berukuran 2×2 cm (sebagai label sampel), spidol kedap air, kuas, dan tissue.
  3. Ambil sampel radiolaria yang telah direndam dalam larutan asam dari ruang asam
  4. Bersihkan westafle, nylon screen, saringan, mess, dan cawan petri setiap akan melakukan ekstraksi
  5. Berikan keterangan cawan petri dengan kertas (berukuran 2x2cm) sesuai kode/nomor sampel
  6. Letakkan cawan petri berdekatan dengan tissu yang di bentangkan untuk penirisan air hasil saringan pada sampel
  7. Susun mess dengan urutan nylon screen pada bagian bawah dan saringan pada bagian atasnya
  8. Rapatkan mess sehingga nylon screen menegang
  9. Pastikan air selalu mengalir selama proses ekstraksi ini
  10. Tuangkan cairan asam dari sampel kedalam mesh secara perlahan
  11. Tambahkan air pada sampel dan putar secara perlahan dan hati hati sehingga fragmen dan butiran halus (residu) ikut terlarut dan tuangkan kembali diatas mess
  12. Ulangi langkah diatas hingga air menjadi jernih atau residu sampel habis
  13. Setelah residu habis dari gelas ukur 500 ml, maka buang residu yang tertahan pada saringan 1 mm
  14. Siram dengan air secara perlahan residu yang tertahan pada nylon screen dengan air dan posisikan residu berada di tengah nylon screen
  15. Lepaskan nylo screen dari mess dan lipat antar ujung diagonalnya
  16. Siram kembali dengan air mengalir agar residu berada di tengah nylon screen
  17. Tempelkan secara perlahan nylon screen pada tissue untuk meniriskan air yang tersisa
  18. Setelah air habis letakkan residu dan nylon screen pada cawan petri, ratakan bagian tepi nylonscreen agar menempel pada cawan petri
  19. Perhatian!!! selama proses ini residu halus yang tertampung didalam nylon screen jangan sampai tersentuh/tertekan/teremas/kontak dengan tangan untuk menghindari rusaknya sampel
  20. Masukkan cawan petri kedalam oven untuk pengeringan sampel
  21. Setting oven pada suhu 40 derajat dan durasi selama 10 jam
  22. Penyalaan oven dilakukan saat semua sampel ekstraksi telah selesai
  23. Setelah pengeringan, sampel dikeluarkan dan dimasukkan kedalam tabung sampel
  24. Perhatian!!! Dalam memindahkan sampel jangan ada kontak antara residu sampel dengan tangan, lakukan dengan melipat nylon screen dan tarik serta guncangkan secara perlahan dan hati hati sehingga residu sampel terlepas dari nylon screen.
  25. Lakukan tahap preparasi dan ekstraksi sampel sebanyak 3x pada setiap sampel. Hal ini agar didapatkan residu dan sampel radiolaria pada bagian permukaan-tengah-dalam pada batuan yang diduga memiliki kandungan radiolaria
  26. Sisa batuan yang tidak terlarut (setelah dilakukan preparasi sebanyak 3x) dapat dicuci-dikeringkan dan disimpan kembali pada kantong sampel dan bisa digunkan untuk ekstraksi kembali

blog berbagi cerita geologi-angga jati widiatama (radiolaria4).pngGambar 5. Ilustrasi ekstrasi sampel. Nomor pada foto menunjukkan langkah kerja yang diuraikan pada deskripsi kerja