Radiolaria dan Faktor yang Mempengaruhinya

Fasies radiolarites merupakan salah satu fasies yang menjadi karakteristik endapan Laut Tethys berumur Mesozoikum. Selama sebagian besar umur Mesozoikum, Laut Tethys membentang luas sepanjang ekuator dan dekat dengan perairan tropis. Stratigrafi cekungan yang ada di laut Tethys dicirikan dengan fasies radiolaria yang melimpah (De Wever dkk., 2014) Fasies radiolaria di laut tethys telah diteliti oleh banyak peneliti selama 30 tahun antara lain De Wever dan Dercourt (1985), Baumgartner (1987; 2013), Baumgartner (1995) dan De Wever dkk. (1994, 2001).

Sejak radiolaria dijumpai berasosiasi dengan kompleks ophiolit pada awal abad 19 (Steinmann, 1905, 1927) secara genetik dikaitkan dengan pelepasan silika akibat aktifitas vulkanik. Konsep ini bertahan selama puluhan tahun bahkan sampai saat ini meski tidak dijumpai endapan sedimen silika sepanjang MOR. Sejak saat itu fasies radiolaria diintepretasikan sebagai endapan laut dalam dibawah CCD (Bernoulli dan Jenkyns, 1974; Bosellini dan Winterer, 1975). Selanjutnya keberadaan fasies radiolaria dikaitkan dengan zona produktifitas tinggi (dan perubahan CCD) seperti pada zona upwelling (Baumgartner, 2013; Bernoulli dan Jenkyns, 2009; Jenkyns dan Winterer, 1982). Alternatif teori yang berkaitan dengan model tektonik untuk menjelaskan keberadaan radiolarites diungkapkan oleh Muttoni dkk. (2005) bahwa endapan silika dikontrol oleh pergerakan lempeng sepanjang zona sikulasi masa air laut.

Distribusi radiolaria mesozoik di Laut Tethys

Di Laut Tethys, radiolarites umum dijumpai pada jura tengah hingga jura atas namun juga dijumpai pada beberapa tempat di umur Trias, Kapur bahkan Permian (De Wever dkk. 1988a; 1988b; 1990). Salah satu suksesi radiolarites lengkap yang mencapai umur Kapur berada di Pindos-Olonos Yunani (De Wever and Thie´bault, 1981), Turki (Uzuncimen dkk., 2011), Iran (Gharib and De Wever, 2010; Robin dkk., 2010), Oman (Blechschmidt dkk., 2004; De Wever dkk., 1988b, 1990), dan Tibet (Ziabrev dkk., 2004).

Selain tingkat produktifitas organisme planktonik, terdapat dua kondisi yang mempengaruhi pembentukan fasies radiolarites yaitu (1) kedalaman laut setidaknya mencapai 100 mdpl sehingga memungkinkan pengendapan pelagik. Beberapa studi kasus menunjukkan radiolaria yang terendapkan pada laut dangkal selalu berasosiasi dengan rifting (pemekaran). (2) Kondisi lingkungan yang sedikit sumber sedimen, baik karbonat platform maupun silisiklastik.

Kontribusi radiolaria terhadap endapan silika pada laut modern

Geografi dan kedalaman

Pengentahuan terhadap pengendapan dan preservasi sangat penting terhadap rekonstruksi peleooceanografi dan paleoekologi. Secara umum spesies radiolaria paling melimpah dan menunjukkan keanekaragaman jenis (diversity) pada kedalama 100 s.d. 500 mdpl. Pada kedalam lebih dari tersebut berangsur berkurang (Kling dan Boltovskoy, 1995; Takahashi dan Ling, 1980; Tanaka dan Takahashi, 2008). Radiolaria hadir di semua lautan dan zona iklim, namun keberagaman spesies radiolaria terbanyak berada di daerah tropis. Keanekaragaman spesies menurun kearah kutub (Boltovskoy dkk. 2010).

Perubahan musim

Takahashi (1997) menyatakan bahwa perubahan kosentrasi radiolaria signifikan terjadi pada siklus tahunan dan siklus puluh atau ratus tahun yang merefleksikan perubahan kondisi lingkungan. Produktifitas radiolaria umumnya meningkat pada musim semi dan musim gugur. Perubahan ini sebabkan oleh perubahan lingkungan akibat musim (Boltovskoy, 1994)

Produktivitas

Radiolaria secara umum merupakan indikator produktivitas tinggi organisme laut. Produktivitas radiolaria modern paling tinggi berada pada daerah lintang rendah dan menurun kearah lintang tinggi (De Wever dkk., 2014). Studi distribusi spesies radiolaria berdasarkan material sedimen digunakan untuk rekonstruksi lingkungan purba.radiolaria berkaitan dengan tingkat kesuburan (fertility) di pemukaan laut, kelimpahan dan komposisi dari spesies dapat digunakan untuk rekonstruksi paleoproductivity. Tingginya sedimentasi radiolaria dapat dihasilkan akibat meningkatnya aktivitas upwelling (De Wever, 1987; De Master, 2002)

Settling (pengendapan)

Plankton yang mati berasal dari zona euphotic dan tenggelam didasar laut dengan dua proses berbeda yaitu: accelerated sink (percepatan penenggelaman) oleh agregat dan discrete sinking dari individu (Takahashi, 1991). Durasi penenggelaman dari cangkang secara bebas memerlukan waktu 2 minggu hingga 14 bulan pada kedalaman air 5000m (Takahashi, 1981) sedangkan pelarutan cangkang terjadi pada waktu bebrapa jam hingga beberapa hari (Vinogradov dan Tseitlin, 1983). Selama proses penenggelaman cangkang radiolaria mungkin telah terlindungi dari pelarutan jika telah berikatan dengan pellet atau agregat material organik (casey dkk, 1979).

Produktivitas radiolaria berkorelasi baik dengan organik karbon dan opal pada sampel sedimen, perkiraan kasar Anderson (1983) radiolaria lipid di sedimen alut dalam mewakili 15%-50% dari TOC. Hal ini sesuai dengan Lampiy dkk. (2009) yang menyatakan bahwa sedimentasi material organik berasosiasi dengan perkembangan jumlah radiolaria.  Saat ini disepakati banyak kalangan bahwa produktivitas radiolaria yang tinggi merepresentasikan siklus peningkatan  produktivitas berhubungan dengan aktivitas upwelling musiman, sedangkan endapan lempung berasal dari continen yang terbawa oleh sungai atau angin (De Wever dkk. 2014). Secara umum tingginya kelimpahan radiolaria dengan tingginya diversitas spesies merupakan cerminan peningkatan peloproduktivitas berkaitan dengan aktivitas upwelling. Namun secara umum radiolaria lebih banyak pada zona produktivitas akibat aktivitas upwelling.

Kontribusi radiolaria terhadap laut Pre-Kenozoik

Radiolarites terdiri dari lapisan rijang berwarna merah dan hijau, berlapis cm, bersiling dengan serpih berlapis mm. Karena sering berasosiasi dengan ophiolit sehingga sering digunakan untuk mengetahui umur kerak samudra sehingga dapat digunakan sebagai rekonstruksi tektonik, khususnya batas kontinent purba (De Wever dkk., 2014)

Diawal abad 19 endapan radiolaria dikaitkan dengan aktivitas vulkanisme  (steinmann, 1905) namun pada laut modern khususnya di MOR tidak dijumpai radiolaria. Radiolaria melimpah pada lingkungan yang memiliki nutrisi dan kondisi hidup yang optimal. Lempung merah lautan dan Radiolarites berbeda baik secara komposisi unsur jejak, mineral lempung, komponen biologis, dan lokasi geografi pembentukannya. Di banyak kasus, epigeny membantu pengawetan cangkang radiolaria dengan pengantian silika dengan kalsit, pyrit, smektit, zeolit, dan bahkan rhodochrosite, kutnahorite, clinoptilolite, dsb (De Wever dan Cary, 1981).

Kontrol Upwelling

Radiolarites umum dijumpai pada endapan mesozikum yang terlipat pada sabuk orogenik diseluruh dunia (Aplen, Apennines, taurus, Himalaya, Jepang, dan Pegununga Rocky). Radiolarites umur jura merupakan radiolarites yang paling umum dan dikenal di seluruh dunia. Melimpahnya radiolaria yang terfosilkan pada jura atas dapat diintepretasikan dengan beberapa hipotesis. Hipotesis paling meyakinkan tentang melimpahnya radiolaria berkaitan dengan nutrisi yang melimpah seperti yang dijumpai pada proses upwelling (De Wever dkk., 1994). Selain itu terdapat hypotesis yang menyatakan bahwa radiolaria mungkin satu satunya organisme planktonik yang mampu mengikat silika di laut pada saat itu.akumulasi secara cepat material organik di dasar laut menyebabkan kondisi anoksik yang mendukung preservasi silika amorph. Bak (2007) meneliti hubungan antara kehadiran radiolaria di sedimen and sirkulasi upwelling berdasarkan analisis geokimia Ba/Al dan Ba/Sc.

Radiolaria mesosoik umumnya hadir sebagai endapan pertama diatas basalt MOR. Radiolarites sering berkomposisi lapisan rijang yang berlapis dengan serpih silikaan dan dikenal sebagai rijang berlapis atau ribbon chert. Laminasi pada rijang dapat terjadi oleh beberapa proses (De Wever dkk., 1994; 2001) antara lain:

  1. Degregasi diagenetik dari silika akibat subhomogenous silika ooze
  2. Episode suksesi produktivitas tinggi dan prouktivitas rendah radiolaria selama sedimentasi silika ooze yang konstan
  3. Episode meningkatnya endapan radiolaria akibat menigkatnya sirkulasi air dengan tambahan partikel berukuran lempung secara konstant atau tidak konstan.
  4. Episode tingginya endapan dendrital akibat sirkulasi arus yang kuat dengan sedimentasi radiolaria yang konstan.

Diagenesis silika berperan penting dalam berkurangnya porositas dan pengurangan ketebalan lapisandari endapan silika. Selama proses pasca pengendapan, lapisan kaya silika mengalami pengayaan silika, sedangkan lapisan serpih mengalami pemiskinan silika.

Kontrol Musim

Molinie dan Ogg (1992) serta Hori dkk. (1993) menemukan bukti bahwa ada pengaruh orbital (milankovitch) terhadap periode variasi dari laju akumulasi radiolaria sumber rijang/batulempung radiolarites. Namun walaupu begitu tidak semua rijang memiliki siklus yang sama. De Wever dkk. (2014) menyatakan bahwa variasi posisi lintang mempengaruhi lingkungan hidup radiolaria berupa kontrol suhu (suhu), anginn dan arus. Barret (1982) di Apennines menyatakan siklus rijang terjadi pada 2500 hingga 10000 tahun, sedangkan De Wever (1987) di Yunani menghitung siklus terjadi pada 23000 tahun.

Kontrol Kedalaman

Selama puluhan tahun berbagai literatur menganggap pengendapan sedimen silika terjadi pada cekungan laut dalam (>3000mdpl) dengan pengayaan silika oleh gunungapi pada MOR. Endapan biosilika dapat dijumpai pada berbagai lingkungan berbeda di lautan antara lain terdapat di shallow costal basin Santa Barbara (California), pada depresi continental slope (Guaymas, Sonora, Baja California, Meksiko), pada continental margin (Callao dan Pisco, Peru) dan pada cekungan laut dangkal-dalam (owen basin, NW india ocean basin, central indian basin). Banyak radiolarites tethyan dan rijang berlapis terendapkan pada continetal margin yang mengalami subsiden yang lingkungan pengendapannya lebih dangkal dibandingkan laut dengan kerak samudra.

Kontrol Monsoon

Aktivitas monsoon diperkirakan memiliki peran dalam kontrol upwelling yang meningkatkan produktivitas dan akumulasi radiolaria di lantai samudra (De Wever dkk., 1994). Monsoon merupakan sistem angin memiliki arah berbalik sesuai musim. Angin berhembu dari daerah dingin (tekanan tinggi) menuju daerah panas (tekanan rendah), dari laut menuju darat pada musim panas dan sebaliknya. Banyak geologist mempercayai bahwa monsoon pertama kali menjadi kuat sekitar 8 juta tahun lalu berdasarkan rekaman proksi di laut arabia dan catatan hembusan angin di Loess plateu cina. Saat ini dipahami bahwa pada masa lalu sistem monsoon selalu berkaitan dengan superkontinen seperti pangea dengan kondisi iklim yang lebih ekstrim (Fluteau, 2013).

Perrish (1993) mengemukakan bahwa monsoon mempengaruhi iklim pangea dan beberapa peneliti lain (Preto dkk., 2010) menganggap bahwa monsoon mempengarugi seluruh Tethys. Selain batuan pelagik, platform karbonat berumur Trias diintepretasikan memiliki hubungan dengan iklim monsoon (Mutti dan Weissert, 1995). Endapan sedimen yang lebih muda juga menunjukkan jejak monsoon di bagian barat tethys (Raucsik dan Varga, 2008; Raucsik dkk, 2001; Sucheras-Marx dkk., 2013). Review radiolaria tethyan (Baumgartner, 2013) menerima kemungkinan pengaruh monsoon pada endapan radiolarites di bagian tengah tethys (Hawasina, Pixhakun dan Kermanshah). De Wever dkk. (2014) berargumen bahwa upwelling akibat monsoon merupkan fenomena jangka panjang (long-term) yang menjadi mekanisme dominan yang menyebabkan tingginya produktivitas selama mesozoikum.

Saat ini telah diterima bahwa monsoon ada di Laut tethys pada mesozoikum. Moansoon terbentuk akibat pertemuan daratan dan lautan pada posisi lintang. Selama jura daratan bagian utara dan selatan terpisah oleh laut tethys. Monsoon yang kuat aktif pada NW tethys dan perubahan musim mampu memicu arus upwelling pada bagian barat tethys. Siklus ini menjelaskan mekanisme perselingan antara rijang dan serpih atau karbonat pelagik (De Waver, 1987). Monsoon sangat aktif pada mesozoikum, secara signifikan menghasilakan silika contohnya saat ini di Peru (Suess dkk., 1988) yang mana tingginya produktivitas plankton berkaitan dengan upwelling. Endapan silika melimpah di daerah dengan arus upwelling yang kuat sehingga sedimen dengan diatom dan radiolaria dijumapi hingga bagian platform yang memiliki kedalaman antara 100 s.d. 200 mdpl (De Waver dkk., 1995).  Pada daerah dengan produktivitas tinggi perairan menjadi jenuh silika (dan bersifat asam) sehingga memiliki konsekuensi CCD menjadi lebih dangkal sekitar puluhan meter hingga 150 meter (Suess dkk, 1988; De Wever dkk., 1995, 2001). Pemisahan kontinen india dari Gondwana dan mengapun di laut tethys menyababkan monsoon berkurang bahkan tidak aktif.